Kamis, 25 September 2014

Jangan Sampai Pulang Bawa Istri

 Suatu hari, ketika mentari pagi menyelimuti bumi ini, kubuka pintu kamar kost yang sudah kelihatan tua itu. Aku hanya ingin tahu, apa isi di balik sinar matahari itu.

Ruangan kecil hanya berukuran 4x5 meter. Di situlah aku berteduh. Di situlah aku merenung, belajar, maupun makan siang dan makan malam. Banyak cerita indah yang selalu kusimpan dalam memori ingatanku. Ingin selalu aku merasa bagaimana susahnya perjalanan hidup ini.

Hari itu kubuka lemariku. Aku mengambil jas almamater berwarna biru. Aku tersenyum dengan hati kecilku berkata “apakah aku layak memakai almamater ini?” Tetapi ada seorang sahabatku membisik dari belakang dan mengatakan “saatnya kamu mulai berjuang dan jangan sampai pulang membawa isteri.”

Aku pun mulai menjalani hariku dengan berbagai macam aktivitas. Banyak perjalanan yang aku dapat, baik yang dapat mengubah diriku, menyenangkan hatiku, atau bahkan menjengkelkan perasaanku.

Sekarang saatnya aku untuk menuntut ilmu. Memakai hem yang dilapisi almamater berwarna biru itu. Di dadaku terdapat lambang kampus kebanggaanku, di mana aku digembleng. Tiba-tiba aku merasa bangga dan gembira penuh rona. Aku akan selalu berjuang untuk mencapai tujuan. Aku berjanji, pulang akan membawa ilmu pengetahuan. Dan tentunya juga akan membawa istri.

Epank

DALAM PERBEDAAN

dalam perbedaan yang aku rasa............

kalo yang maha satu kita beda.......................
apa semua doa kita dikabulin yaaa????
dua hati yang saling berdoa kepaada tuhan masing-masing

dia tidak pernah tidurr.....
maha satuu di agamaku...
memberkati diagamamu....

dalam setiap doa yang dipanjatkan...
meminta...
memohon
walau semua ituu.....

tidak pastii....
tidak mesti
dan tidak selaluu

dalam kegalauan
dalam kehampaan
dalam kebingungan
dalam deritaku deritamu mencintai dan menyatukan hati kita...

kitaaa.....

semogaaa kata itu bisa terdengar oleh yang maha berkuasa......
meskiiiii yang maha esa tidak suka...
sudikah cinta ini abadiiii...........

abadi........
yahhh abadi..
abadi ataukah musna????


entahlah......

aku lelah.................
dalam deritaku mencintaimu

Lelahhhh sungguh lelah..............


Shofy Dwi
2013/D

MEREKA BERKATA

Aku pernah mendengar keluhan
Di setiap sudut desa dan perkotaan
Membelit kami dalam sendu temaram

Kami berpikir untuk itu !
Ketek politik masuk seolah membangun peradaban
dan menjadikanya lahan dan lumbung
seakan sebagai usaha atas nama PENDIDIKAN

SISWA, MAHASISWA di cekik
dengan tali yang bernama Rupiah.
tersudut untuk melunasi harga adminitrasi
entah di pangkas atau tidaknya
oleh okmum pesolek penuh sandiwara

kami menghitung dan berdiskusi tentangnya.
tentang tata usaha atas nama PENDIDIKAN

apakah di antara mereka memangkas
jatah dari dana yang dikucurkan ?,
menerobos barisan bernama kemiskinan
dan berucap: demi dan untuk Pendidikan.

kami bersajak untuk bertanya,
bertanya pada mereka.
jika memang hasrat dan nadimu masih melaju!
dan jika rasa batinmu terbuka untuk itu!
bangun dan bertanyalah.

hendak dibawa kemana Peradaban ini?
akankah hanya menjadi ilusi
dan jadi lahan untuk mengeruk kekayaan semata?
PENDIDIKAN ini akan menuju kemana?

kami kalangan bawah hanya bertanya



Thomy Styo Yudha
22 Juni 2014

SAJAK MAHASISWA SEMESTER TUJUH


Sajakku lan ku tulis hari ini.

Di tengah terik matahari
Dan daun daun yang mengering
Pertanda gersang menghantui

: kala itu kami berfikir
Kemudian menghitung dan berdiskusi.
"Kenapa seperti ini?"
Ini semakin menjadi-jadi

"Kita bayar iuran KKN, PPL, SKRIPSI.
Kita tidak masuk kelas tapi kenapa harus melunasi adminitrasi semester ini?"

Kami menghitung-hitung kembali. Kami ingin bertanya.
: Kenapa harus seperti ini?

Wajib bayar dan harus lunas.
Padahal tidak ada proses belajar di kelas...

Coba hitung dan fikirkan kawan!

Sajak kami dirundung misteri
Entah kenapa seperti ini?

Thomy Setyo Yudha